Senin, 02 Juni 2008

Dari obrolan singkat dengan Addie MS

Orkestra, sebuah format musik simfonik yang berisi alat musik string, perkusi, brass dan alat tiup kayu. Banyak orang di Jakarta khususnya, memandang sebelah mata format musik orkestra. Boleh dibilang, orkestra kalah “ngetop” dibandingkan dengan format band terutama band ternama yang menawarkan musik easy listening. Terlebih lagi pada masa ini, band-band indie kian menjamur dan mulai menemukan “ruang” nya. Perkembangan orkestra pada masa kini telah jauh berkembang pesat. Hal ini didukung oleh begitu banyaknya sekolah musik yang beroperasi di Jakarta dan sekitarnya. Di Jogjakarta, sekolah menengah musik telah menghasilkan banyak musisi yang handal. Begitu juga dengan Institut Seni Indonesia yang juga bertempat di Jogja, menghasilkan lulusan seniman musik yang sangat handal yang boleh dibilang, menguasai dunia musik simfonik di Indonesia. Jika kita melihat ke belakang, sekitar awal tahun 1990-an, musik dengan format orkestra hampir tidak ada di Indonesia. Lalu muncul seorang musisi yang pada saat itu aktif dalam studio rekaman, yang banyak membantu proses recording para penyanyi besar saat ini. Dialah Addie MS. Bersama dengan Indra Usmansjah Bakrie dan Oddie Agam dia membentuk sebuah pops orchestra yang saat ini terdiri dari sekitar 70 musisi. Inilah orkestra terbesar di Indonesia yang memilih format pops orchestra.

Genre musik pop dipilih tentunya untuk memenuhi selera para penikmat musik di Indonesia yang tentu memilih pop daripada klasik. Apresiasi musik klasik di Indonesia memang sangat minim. Lain dengan di Negara-negara maju atau bahkan Negara tetangga Singapura. Apresiasi yang begitu minim dapat kita lihat dari bukti nyata bahwa tidak ada satupun gedung konder yang layak untuk instrument orkestra tanpa sound system di Indonesia. Balai Sarbini memang lumayan, tetapi tanpa sound system, musikalitasnya jauh dibawah standar. Usmar Ismail Hall di kuningan cukup memberikan kepuasan bagi pendengar, namun kapasitas penonton sangat minim. Ini hal yang menyedihkan ketika kita berkaca pada Singapura yang mempunyai Esplanade Hall dengan dua gedung konder besar dan satu yang kecil untuk pertunjukan sederhana. Pemerintah Indonesia memang kurang memperlihatkan apresiasi yang baik pada musik klasik, atau bahakn pada musik simfonik dalam orkestra. Ini lah yang menyebabkan perkembangan orkestra mandek di Indonesia. Angin segar datang ketika sekolah-sekolah musik di Jakarta dan sekitarnya mulai menghasilkan musisi-musisi muda yang aktif dalam konser-konser musik. Dengan sendirinya, musik orkestra menjadi mulai berangsur menjadi “terkenal”.

Dari obrolan singkat dengan Addie MS tentang orkestra, saya kembali teringat begitu banyaknya nilai positif yang kita terima dalam sebuah latihan orkestra, dalam hal ini youth orkestra, atau orkestra remaja.

Pertama, kita bisa belajar bersosialisasi dengan sesame musisi muda. Hal yang jarang ditemui ketika teman-teman seprofesi bercengkerama tentang hal yang menyenangkan yaitu musik. Kedua, kita bisa belajar bertanggung jawab. Stand partitur yang kita siapkan sendiri sebelum latihan, kita bereskan sendiri setelah latihan, dan menyiapkan partitur sendiri dari rumah, kita datang tepat waktu. Ketiga, kita belajar bekerja sama, tenggang rasa ketika musik yang dimainkan sukar, saling belajar, dan membantu sesame. Hal- hal seperti ini saya piker tidak bisa kita beli dengan uang. Betapa ini menjadi pelajaran hidup yang sangat unik yang sangat berguna ketika kita terjun ke masyarakat.

Kita tidak mungkin membeda-bedakan jenis musik bagus atau jelek, dan tidak mungkin dibuat perbedaan bahwa muik ini lebih baik, lebih enak atau musik itu musik rendahan dan sebagainya karena musik adalah soal selera. Namun satu hal yang tentu kita harus ingat adalah bahwa musik klasik dipilih dalam youth orchestra karena dalam proses belajar, kita tidak mungkin memilih jenis musik yang berasal dari tempat lain daripada alat musik yang dimainkan dalam orkestra. Umpamanya, kita tidak mungkin mencari pelajaran tentang gamelan di Jerman, Atau pelajaran tentang musik dangdut di Spanyol. Jadi sebagai generasi muda, sebaiknya kita tidak lagi memandang sebelah mata orkestra yang secara tersirat begitu banyak memberikan pelatihan kepribadian kepada musisinya. Meskipun kita nantinya tidak memutuskan menjadi musisi professional, namun nilai-nilai postitif itu pasti akan membantu kita dalam sosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih baik.

Kemang, Minggu 1 Juni 2008

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Halo Tyson! Gw mampir karena dikasih Indah kalau lo juga menulis. hehe..

Ada sedikit koreksi pada kalimat: "Umpamanya, kita tidak mungkin mencari pelajaran tentang gamelan di Jerman, Atau pelajaran tentang musik dangdut di Spanyol."

Nyatanya, di negara lainlah, budaya kita tersebut lebih dihargai. Coba lihat bagaimana disediakannya jurusan karawitan atau mayor gamelan di eropa atau di amerika.

Mari menulis untuk melawan...

Anonim mengatakan...

Roy, wah terimakasih banyak atas koreksinya.
maaf, gw ga tau ternyata ada jurusan karawitan di luar negeri.
hehe..

maaf salah informasi berarti. nanti gw akan banyak baca lagi.

yuk, setuju, mari menulis untuk melawan..

Anonim mengatakan...

Ternyata ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari mempelajari musik yah. Interesting view ^_^.