Selasa, 27 Januari 2009

Kapal Dangdut, Kapten Oma Karam Diterjang Zaman

Popularitas Oma Irama ternyata memiliki warna yang berbeda seiring dengan waktu yang berjalan. Jika anak muda pada masa ini lebih mengenal Oma dengan sosoknya sebagai Bang Haji, pada masa keemasan karirnya, Oma justru dikenal sebagai musisi besar dan menyandang predikat “superstar”. Mungkin ini pula yang mengawali predikat berikutnya yaitu sebagai raja dangdut.

Konsistensi dan perjuangan yang tidak kenal lelah dalam menyuarakan dangdut sebagai “voice of moslem” (1973) membuat Oma begitu dikenal dan dipuja oleh berbagai kalangan. Garda baru Oma dibentuk melalui sugesti sosio –musik jutaan massa masyarakat kampung, pedesaan dan golongan populis yang menjadi mayoritas masyarakat Indonesia (Suka Hardjana : 2004). Popularitas tidak lantas membuatnya terlena. Semangat “Voice of Moslem” itu justru semakin dikembangkan nya dengan media visual, Oma mulai bermain dalam banyak film-film yang menurutnya tanpa sadar justru semakin melambungkan popularitasnya. Dalam lagu-lagu ciptaannya, Oma juga banyak memasukkan unsur-unsur kritik sosial misalnya Begadang, Perjuangan dan Doa, Kiamat, Rupiah dsb.

Dalam suatu kesempatan, Prof. Dr. Bill Frederick dari Ohio university yang melakukan riset tentang kebudayaan Indonesia selama 6 tahun pernah membandingkan Oma Irama dengan John Lennon dan Mick Jagger dan cukup memberikan hasil yang mengagetkan. Menurut Bill, Oma Irama lebih baik daripada keduanya, jika John Lennon menjadi legenda bersama The Beatles, dan Mick Jagger menjadi bintang panggung bersama Rolling Stones, maka Oma Irama selain mempunyai penggemar yang begitu banyak, ternyata juga mempunyai begitu banyak “pengikut” yang sangat setia (Surat kabar Buana Minggu, 24 Juni 1984). Hal ini diperkuat lagi oleh kenyataan bahwa setidaknya Bill berhasil menarik kesimpulan berdasarkan risetnya bahwa penggemar Oma setidaknya 15 juta kepala (Surat Kabar Berita Buana, 25 Juli 1984).

Oma Irama, mencampurkan musik irama Melayu dengan instrument musik barat. Pada awalnya, inilah yang disebut oleh berbagai kalangan sebagai musik dangdut karena bunyi kendang yang menonjol (“ndang” dan “ndut”). Oma sendiri setuju dengan sebutan musik dangdut, dia bahkan telah menciptakan sebuah lagu yang diberi judul “Dangdut”.
Nyatanya, musik yang semula dianggap kampungan ini mampu membesarkan nama Oma. Di usia tuanya, Oma memang terlibat dalam berbagai kontroversi seperti kasus Inul Daratista, kampanye politik, Angel Elga dan hal-hal lain seputar kehidupan pribadinya.

Mungkin agak berlebihan jika aura kebintangan seseorang dianggap bisa bertahan sampai saat usia senjanya. Kenyataan nya, dangdut justru memang kurang dihargai di kalangan masyarakat kelas atas di negerinya sendiri. tapi sebagai seniman, musisi ataupun sebagai penikmat musik, selayaknya generasi muda bangsa ini harus menghargai jerih payah generasi tua dalam membangun suatu kejayaan musik genre dangdut. karena seperti kata sebuah grup musik, Dangdut is the music of my country. Dan tentu kita juga yang bersalah jika suatu saat ada Negara lain yang mengklaim sebagai pemilik tunggal Dangdut.

Kelapa Gading
27 Januari 2009

1 komentar:

vjosch mengatakan...

It's ROMA IRAMA ty, bukannya Oma... Hahaha