Selasa, 25 Maret 2008

Degradasi Fungsi Media massa (Analisis kritis tentang politik, budaya, sosial dan media)

Pada masa orde baru, kita mengenal tiga misi media massa bagi masyarakat yaitu edukasi, penerangan dan hiburan. Misi itu dirasakan manfaatnya terhadap masyarakat ketika program-program yang dijalankan oleh media massa tersebut menjadi semacam sarana bagi kesejahteraan masyarakat seperti program pemberantasan buta huruf, penyaluran informasi ke daerah, sosialisasi program listrik masuk desa dan berbagai kegiatan lain. Manusia cenderung menangkap pesan atau memahami makna dari sesuatu hal yang disampaikan melalui audio visual lebih baik daripada sekedar melalui sarana tulisan. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor meledaknya popularitas media televisi (layar kaca) mengalahkan media cetak seperti surat kabar dalam persaingan menyebarkan informasi. Hal yang serupa juga terjadi di Amerika, ketika televisi dalam perkembangan nya menjadi sarana yang lebih efektif daripada surat kabar. Padahal “New England Courant”, Koran bawah tanah pertama di Amerika, sudah terbit sejak tahun 1722.

Di Indonesia, Negara dunia ketiga yang tingkat buta hurufnya masih tinggi, media televisi memegang peran besar dalam penyebaran informasi. Televisi menjadi semacam kebutuhan karena sosialisasi budaya baca kurang berkembang di Indonesia. Masalah yang datang adalah ketika sarana yang begitu efektif tersebut justru menyebarkan hal-hal yang tidak sesuai dengan budaya bangsa. Begitu banyak program yang dibuat tanpa memikirkan tanggung jawab moral terhadap para penonton muda. Kita semua tahu generasi muda bangsa ini semakin kehilangan jati diri dan rasa cinta tanah airnya. Hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh program televisi yang menyebarkan “budaya instant”. Beberapa program menggambarkan budaya korupsi, budaya materialisme, bahkan banyak program gosip yang sedemikian merasuki pikiran penonton sehingga di dalam pergaulan dan sosialisai mereka justru membicarakan hal-hal yang mencampuri urusan pribadi orang lain.



Berbagai sinetron yang semakin marak disiarkan di layar kaca setiap hari adalah salah satu contoh betapa misi edukasi yang begitu baik dijalankan pada masa orde baru justru semakin terpinggirkan. Departemen penerangan pada masa orde baru memang terbukti mengekang kebebasan pers dalam media massa cetak maupun elektronik, namun dalam kesehariaan, masyarakat semakin terdidik dengan program acara yang informatif dan mendidik. Yang terjadi sekarang, masyarakat yang masih ”waras” sewajarnya merasa tersiksa dengan serbuan berbagai sinetron yang semakin melampaui batas “wajar”. Bayangkan saja, betapa muaknya kita sebagai penonton televisi yang setiap hari dijejali dengan sinetron yang tidak berkualitas dan isinya hanya “manajemen konflik” antar tokoh, dan lebih banyak mengumbar hedonisme, bahkan mendoktrin kita untuk menerima dengan gamblang pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

Lebih ironis lagi ketika sinetron-sinetron seperti itu justru ditayangkan secara berurutan oleh salah satu stasiun televisi swasta mulai sekitar pk 16.00 sampai dengan pk 22.30 setiap hari. Bagi masyarakat yang “waras”, hal seperti ini bagaikan siksaan tanpa ampun atas nilai-nilai moral yang seharusnya tertanam dengan baik dalam diri setiap individu. Doktrin sinetron yang tanpa ampun pasti juga menyerang anak-anak kita yang masih dibawah umur karena jam tayangnya yang merupakan prime time sehingga jutaan anak di seluruh Indonesia, secara bersamaan disiksa moral dan mentalnya dengan pengaruh-pengaruh atau doktrin yang disebarkan sinetron yang hanya mementingkan rating. Padahal, rating itu hanya mementingkan profit tanpa memikirkan tanggung jawab moral kepada penonton di bawah usia.

Pemerintah tentu bisa mengubah keadaan dengan melakukan pembatasan atau dengan menghadirkan satu jenis sinetron yang edukatif, informatif dan menghibur. Namun tampaknya, badut-badut di senayan justru lebih senang meributkan RUU Pemilu, pemberantasan korupsi yang terus menemui jalan buntu, atau bahkan perebutan kursi menjelang tahun 2009. Terus terang, sangat dimaklumi jika kita merindukan sinetron yang baik seperti Keluarga cemara. Yang mengajarkan kepada kita kesahajaan, kesabaran, dan kebersamaan dalam keluarga.

Semoga generasi muda bangsa ini semakin menyadari pentingnya media massa, audio visual khususnya dan tidak menyerah terhadap siksaan doktrin sinetron-sinetron murahan yang menyerang kita semua setiap hari di prime time.

-Tyson-
3 Maret2008
Pk 23.17

5 komentar:

Alia Kemala Sari mengatakan...

gw muak sama sinetroonn!!

glad to know we still have critical intelegent nationalist young man like you..keep your spirit!

gw link yaah website loo.

Tyson mengatakan...

terimakasih komen nya alia..

seneng juga ada perempuan yang peduli dengan kerja kita sebagai orang muda yang peduli bangsa.

Anonim mengatakan...

Fungsi media massa menurut Lasswel yang kemudian disempurnakan oleh Charles Wright ada 4 Yaitu
1. Pengawasan
2. Korelasi
3. Transmisi Budaya
4. Hiburan

di jaman orde baru fungsi pengawasan gak berjalan maksimal paling cuma peringatan terhadap bahaya dari alam maupun sosial...
kalo pengawasan sebagai "watchdog" dilarang..terbukti dari prembedelan Tempo yang kemudian disusul D&R dan detik karena memberitakan krisuh di kabinet soal pembelian kapal perang eks jerman timur antara Menristek dengan Menkeu saat itu.
setiap media memiliki segmentnya masing2 ada yang fokus pada berita namun ada pula yang fokus di entertain.. karena itu semua kembali ke pasar yang dibidik dan tujuan yang diraih.... dari judul blog ini "Degradasi Fungsi Media massa (analisis kritis tentang politik, sosial dan media)" kurang lengkap jika anda memaparkan media hanya memaparkan hiburan..karena ada media massa juga yang fokus pada berita seperti metro TV dan TV one. meskipun saya belum tau secara pasti lebih banyak mana media menyediakan..memang cenderung ke hiburan namun perlu pembuktian melalui penelitian bukan hanya sekedar asumsi..
SAya mengapresiasi blog ini karena mengingatkan kita semua tentang fungsi media yang cenderung telah berat sebelah hanya ke entertaimen namun masih sedikit yang berani melakukan investigasi jurnalisme terhadap kasus2 skandal, korupsi,.... selama ini kalo meliput korupsi hanya mengikuti kinerja KPK...he..he..
semoga bermanfaat...

Tyson mengatakan...

wah terimakasih banyak kakato atas masukan dan kritiknya. sangat bermanfaat dan informatif. memang banyak kekurangan dalam tulisan ini. lain kali semoga akan lebih baik. sekali lagi terimakasih. saya sangat menghargai..

3g@ azzahra mengatakan...

gitu deh..teory agenda seting. bahwa apa yang di anggap penting oleh media massa,akan di anggap penting juga oleh khalayak...profit oriented pembodohan massal